
BANDUNG – Tren pertumbuhan teknologi Artificial Intelligence (AI) di Indonesia
diprediksi akan tumbuh sebesar 27% di 2027. Bahkan investasi untuk AI diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai nilai sebesar US$ 7 miliar.
Menurut Sankata Lee, VP IT Strategic, Architecture & Innovation Head BNI, ke
depan rata-rata berbagai kerjasama akan menggunakan AI.
“Peranan teknologi AI tidak hanya penting untuk perbankan tetapi akan terbangun menjadi sebuah ekosistem dan komunitas,” ujarnya pada panel yang membahas masa depan Artificial Intelligence (AI) di sektor perbankan/finansial, pada Indonesia Digital Conference (IDC) dan AMSI Awards 2023 yang digelar Asosiasi Media Siber
Indonesia (AMSI) di Hotel El Royale, Bandung, Jawa Barat pada 22 Agustus 2023.
Ia mengatakan, dengan pola bisnis yang sudah bertransformasi ke digital maka
layanan ke nasabah sudah berubah. “Dulu, bagaimana kita mempermudah
membuka rekening dan melakukan transaksi tetapi sekarang adalah bagaimana bisa menyediakan layanan berbasis data dengan memproses dan menganalisis data nasabah dan mendeteksi penipuan melalui penggunaan AI,” terangnya.
Namun, dalam penggunaan teknologi AI perlu keamanan ciber yang kuat untuk
mengamankan data. Juga output dan akurasi harus diperhatikan jika mengadopsi AI. “Semakin data tidak akurat maka penggunaan AI akan semahal dan membawa kita ke output yang salah,” tekannya.
Sankata menyarankan, adopsi penggunaan AI harus diregulasikan dengan baik
karena penggunaan AI yang salah akan merugikan perusahaan itu sendiri. “Kalau
mengadopsi teknologi AI maka fondasi kualitas data harus benar termasuk
akuntabilitas dan transparansi data. Data tetap bisa diakses tetapi harus aman.
Transparan pun bukan berarti tidak terkontrol,” pesannya.
Tigor Siahaan, Dirut Super Bank berpendapat, penggunaan teknologi AI bisa mentransformasi sektor keuangan seperti dalam hal otomatisasi, keterikatan dan layanan terhadap pelanggan serta mendeteksi penipuan serta monitoring dan
koleksi. Juga membantu dalam mengambil keputusan kredit yang lebih baik Ia menambahkan, penggunaan teknologi ChatGPT di perbankan bisa membantu dalam analisis dan pelaporan keuangan serta penilaian risiko dan analisis kredit.
Selain itu, bisa juga digunakan untuk memonitor kepatuhan terhadap peraturan,
wawasan investasi dan riset pasar, serta terjemahan bahasa. Bagi Tigor, penggunaan teknologi AI merupakan salah satu cara untuk maju karena metode tradisional tida bisa secepat menggunakan AI.
AI dan transformasi digital adalah satu-satunya cara untuk masuk ke literasi finansial. Namun tantangan dalam penerapannya adalah terkait regulasi dan kemampuan sumber daya manusia untuk mengadopsi. “Kita perlu membawa talenta global terbaik ke Indonesia untuk transfer ilmu dan kemampuan terkait AI,” usulnya.
Ia menyayangkan pun total ekspariat yang bekerja di Indonesia hanya diangka 100
ribu orang. Sementara di negara lain seperti Singapura mencapai 2 juta orang,
Jepang 3-4 juta orang, dan Thailand sekitar 4 juta orang. “Mestinya Indonesia punya
target untuk bisa mendatangkan misalnya 2 juta ekspatriat berkualitas yang bisa
mengajari teknologi AI sehingga kita bisa saling belajar,” katanya.
Sementara itu, Dyah NK Makhijani, Indonesia Fintech Society berpendapat,
penggunaan AI menjadi sebuah keniscayaan. Namun spektrum AI sangat luas sehingga perlu tata kelola yang lebih baik. Ia memberi gambaran di salah satu fintech landing yang memberikan pinjaman
kepada ojek motor terdapat 28 faktor yang menentukan layak diberi pinjaman atau
tidak. “Semua prosesnya harus menggunakan AI. Kalau tidak menggunakan AI tidak
akan bisa contohnya dalam mendeteksi penipuan,” ucapnya.
Dyah menyebut, penggunaan AI mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas di
sektor keuangan. Dengan AI, KYc lebih cepat dan NPL menurun serta bisa
membantu konsumen dengan virtual asisten. Sedangkan Chaerany Putri, Director of Public Affairs VIDA Digital Identity menyarankan literasi digital harus disosialisasikan bersama-sama baik oleh
pemerintah, pelaku industri, dan stakeholder lainnya. “Perubahan kebijakan perlu disosialisasikan secara berkesinambungan seperti terkait proteksi data karena kalau tidak ada kepercayaan maka transaksi elektronik akan semakin menantang ke depannya,” tegasnya.
Ia berharap dengan teknologi AI bisa mempercepat transformasi bisnis. Namun
implementasinya harus tetap sejalan dengan regulasi Indonesia sehingga
pelaksanaannya tidak melampaui batas.(rls/SMG)